Skip to main content

Puisi Tentang Kartini Dan Biografi Singkat RA Kartini

Puisi Tentang Kartini Dan Biografi Singkat RA Kartini

Puisi tentang kartini dan biografi singkat RA Kartini. Raden Ajeng Kartini merupakan pahlawan perempuan Indonesia yg memperjuangkan emansipasi wanita.

Kartini Di lahirkan di Jepara, pada tanggal 21 April 1879, Kartini merupakan seorang putri dari bangsawan Jawa.

Beliau hanya dapat merasakan bangku sekolah hingga umur dua belas tahun, sebab pada waktu itu wanita tak boleh berpendidikan lebih tinggi dari laki-laki.

Berkaitan tentang RA kartini, di bawah ini puisi yang menceritatakan keistimewaan RA Kartini, lengkap dengan penjelasan dan fakta serta biografi singkat RA Kartini.

Seorang pejuang wanita, yang mengangkat derajat kaum perempuan, mensejajarkan derajat perempuan dengan laki-laki. pada masanya sehingga sampai sekarang perempuan dan laki-laki bisa dikatakan sejajar, derajatnya.


Puisi tentang Raden Ajeng Kartini

Puisi tentang Raden Ajeng Kartini ini bukanlah puisi tentang kartini singkat, dan juga kata kata puisi pendek kartini dan puisi kartini singkat akan tetapi puisi ibu kartini yang panjang yang menjelaskan biografi singkat Reden Ajeng kartini.

Bagaimana isi dari puisi kartini yang pajang ini untuk lebih jelasnya isi puisi kartini silahkan disimak saja puisi ibu kartini yang menceritakan tentang kartini berjudul puisi seruni


PUISI SERUNI
Karya: Samanta

Bebunga yang dahulu kau semai makin merambak di taman emansipasi bangsa ini
wanginya begitu dahsyat menembus kokohnya markas rohani
menjebol tembok-tembok pemasung kaum ibu di benteng koloni
aih, sayang sekali, kau tak berada di sini kini
menyaksikan puteri-puterimu merebut aneka hegemoni
dengan beringas, namun tetap merawat sejuknya harmoni

Puspa yang pernah kau tebar tambah berbiak di huma keadilan perempuan negeri ini
semerbaknya melumpuhkan semua pejantan di pucuk-pucuk kuasa mumpuni
menghancur lebur hitamnya nʌfsu-nʌfsu di seantero koridor tirani
ketika sejarah, religi, dan nasionalisme sengit bertikai di panji berwarna-warni
tapi tiada yang mampu menghambat dayang-dayang menuju tahta-tahta maharani
dan puan-puan pun terus digdaya di atas sakralnya hamparan permadani

Kembang yang tempo hari kau sebar kian meriap di ladang hak azasi kaum hawa di jagat ini
rebak aromanya menikam batas-batas milenium, globalisasi, modernisasi yang penuh ironi
walau di sana-sini masih bertebaran ideologi, opini-opini di belantara bikini-bikini
namun di mana-mana masih tersisa bibit-bibit cinta murni
terpupuk di sucinya hati para bini, rabani hingga kaum brahmani dan biksuni
yang tak pernah lelah berjuang di sangarnya medan laga nurani

Teruslah semaikan benih-benih kasih itu, hai Kartini-kartini kurun ini...
meski sang mentari semakin memudar di ufuk cemani
namun ambisi-ambisi hewani mesti diredam di front insani
karena dirimu adalah keramatnya seruni-seruni
yang melukis tapak-tapak masa dengan harumnya simfoni
dari lubuk hati bumi yang berlinang orkestra rahmani

Bumi Allah, 20 April 2017
------------

Faktanya, Dan biografi singkat RA Kartini.

Ketika memperjuangkan emansipasi bagi kaum perempuan di negeri ini, sekitar seabad silam, Raden Ajeng Kartini (21 April 1879 – 17 September 1904), adalah perempuan rumahan yang terkungkung dalam tradisi yang kurang ramah pada kaum hawa.

Bahkan saat itu ia ikhlas menikmati takdirnya sebagai seorang istri yang dipoligami, yakni isteri keempat dari RM Joyodiningrat, Bupati Rembang kala itu.

“Ibu kita Kartini” harus mengubur cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan karena tradisi kulturalnya waktu itu hanya membolehkan seorang anak perempuan untuk bersekolah sampai umur 12 tahun, dan setelah itu harus dipingit di dalam rumah – antara lain demi menjaga kesuciannya sebelum seorang pria meminangnya.

Namun Kartini ternyata mampu mendayagunakan pemingitannya itu, utamanya dengan rajin membaca berbagai buku, majalah, dan surat kabar yang pada zaman itu lebih banyak ditulis dalam Bahasa Belanda oleh kaum intelektual negeri itu. Untunglah Kartini telah mempelajari dan menguasai bahasa “L0ndo” itu dengan baik.

Berbekal semua itu, Kartini pun berusaha “berbicara” dengan dunia, antara lain dengan menulis berbagai artikel keperempuanan yang banyak dimuat di berbagai media, terutama “De Hollandsche Lelie”, majalah khusus perempuan yang sangat terkenal di Belanda pada zaman itu.

Kartini juga getol menggalang persahabatan pena (Facebook “tempo doeloe”) dengan sejumlah tokoh dan individu lainnya di negeri kincir angin itu, di antaranya dengan Rosa Abendanon yang belakangan menjadi sahabat sekaligus teman curhatnya yang terakrab.

Kepada Rosa, Kartini menulis surat-surat berisi semua unek-uneknya tentang berbagai keprihatinannya, utamanya yang terkait dengan isyu ketidak-adilan jender di tanah airnya waktu itu. Walau begitu, si “puteri sejati” itu tak pernah sedikit pun menjelek-jelekkan sistem kultural di negerinya.

Bahkan ia tetap menunjukkan kecintaannya yang begitu mendalam terhadap bangsanya, terutama karena terinspirasi pada sabda Rasulullah, “Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman”, seperti yang pernah diajarkan ibunya, Ngasirah, puteri seorang guru agama di Telukawur.

Kumpulan surat-suratnya itu kemudian diterbitkan menjadi beberapa buah buku di Belanda. Salah satunya ialah “Door Duisternis tot Licht“ (Habis Gelap Terbitlah Terang), yang terbit tahun 1912. Buku ini sangat menginspirasi berbagai gerakan emansipasi di berbagai belahan dunia sejak itu hingga saat ini.

Di dunia internasional Kartini pun amat beken sebagai pelopor pendidikan serta hak-hak azasi kaum perempuan di Indonesia.

Kartini adalah contoh besar yang terpatri dalam sejarah, bahwa untuk menjadi seorang pendekar hak azasi manusia, seorang perempuan tak perlu meninggalkan adat istiadatnya, bahkan tak perlu meninggalkan rumah dan kodratnya sebagai perempuan tradisional yang wajib mematuhi semua aturan leluhur.

Last but not least, Kartini juga menjadi contoh besar, bahwa sastra dan aksara-aksara terbukti sanggup menjebol dinding-dinding tebal yang memasung kebebasan manusia.

Kesusastraan adalah alat perjuangan yang ampuh untuk memerdekakan manusia, terlebih kaum perempuan, dari berbagai belenggu kokoh, seperti yang Kartini buktikan lewat surat-surat yang dikirimnya kepada para sahabatnya di Belanda.

Guna mengenang jasa sang “puteri yang mulia” itu, pada tahun 1964 Presiden Soekarno menetapkan tiap tanggal 21 April sebagai “Hari Kartini”.


Demikianlah puisi tentang kartini. Simak/baca juga puisi yang lain di blog ini, semoga puisi kartini diatas menghibur dan bermanfaat. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung.